Penaklukan Dan Ekspansi Kekaisaran Byzantium Atas Bulgaria Oleh Kaisar Basileus II
Oleh : Benedictus Bismoko ( Mahasiswa Pendidikan Sejarah 2020 )
Penaklukan Kekaisaran Pertama Bulgaria merupakan masa mencekam bagi sejarah orang Bulgaria, semua orang Bulgaria akan mengatakan bahwa Basil II dari Byzantium adalah seseorang yang sangat berdosa dalam sejarah orang Bulgaria. Pada kasus yang berbeda, orang Yunani akan mengatakan bahwa penaklukan ini adalah gerakan herois yang dilakukan oleh Kaisar Basil II yang layak mendapat gelar pahlawan nasional Yunani. Apapun opini yang mereka sekarang, tidak dapat dipungkiri bahwa penaklukan serta ekspansi Byzantium terhadap Bulgaria merupakan kampanye militer yang brutal dalam sepanjang sejarah Semenanjung Balkan selain dari sekian banyak Perang Balkan. Hal ini menjadi hal yang kontroversial yang terbawa setidaknya hingga Perang Dunia II dimana Bulgaria ingin mendapatkan teritori mereka sesuai dengan daerah yang dikuasai oleh Kekaisaran Bulgaria Pertama. Meskipun dengan fakta sejarah yang ada menyajikan fakta yang brutal mengenai ekspansi Byzantium, invasi ini memiliki justifikasi yang jelas dan banyak orang akan berpendapat bahwa kaum Bulgar layak mendapatkan karma dalam bentuk invasi kaum Roma.
Sebelum kita membahas penaklukan Bulgaria oleh Byzantium, kita harus memahami figur sejarah yang menjadi kunci dari konflik ini. Figur sejarah tersebut adalah Kaisar Basileus II Porphyrogenitus (Βασίλειος Πορφυρογέννητος / Basileios Porphyrogennetos) dari Kekaisaran Roma Timur/Byzantium. Kaisar Basileus II memerintah selama 50 tahun lamanya (10 Desember 976–15 Desember 1025), ia menjabat sebagai Co-Emperor selama 10 tahun dibawah ayahnya yaitu Romanos II, dan menjabat sebagai seorang Kaisar satu-satunya dari Byzantium selama 40 tahun lamanya. Masa jabatannya yang sangat panjang dan setara dengan lamanya jabatan Kaisar Augustus dari Roma, menjadikan Kaisar Basileus II seseorang yang legendaris dan dihormati dalam sejarah nasional Yunani dan Makedonia. Ia memiliki gelar tersohor yang pernah diberikan kepada seorang Kaisar selama sejarah Yunani (Byzantine), gelar tersebut adalah Basil The Bulgar Slayer atau Basil Sang Pembunuh Bulgar (Boulgaroktonos).
Kaisar Basileus dikenal sebagai seorang administrator Kekaisaran serta merupakan pemimpin pasukan yang handal, diketahui bahwa ia mereformasi sistem dominasi para keluarga pemilik tanah dan mendirikan sebuah kekaisaran yang mandiri secara ekonomi, militer, birokrasi dan administrasi negara tanpa adanya gangguan politik sepeserpun dari keluarga feudal manapun (Allegnon), hal ini memulai tradisi dimana para keluarga pemilik tanah menyatakan loyalitas absolut dibawah nama Kaisar dan Tuhan. Selain memiliki kemampuan statemenship yang handal, Basileus dikenal sebagai orang yang memiliki ketertarikan dalam menakut-nakuti musuh, bahkan warga negaranya sendiri, berdasarkan bukti yang ada (Bulgaria membenci Basileus II) untuk menyatakan bahwa dia adalah Kaisar atau pemimpin yang tidak terbantahkan atas Kekaisaran Roma (Stephenson, 2003). Kaisar Basileus II juga menjadi orang yang menjadikan Rusia yang kita kenal sekarang, yaitu Rusia dibawah Gereja Orthodox dengan mengadakan pernikahan politik antara anak perempuannya yakni Anna Porphyrogenita dari Byzantium dengan Pangeran Pemangku Tahta Kievan Rus, Vladimir I
Alasan Dibalik Konflik Byzantine-Bulgaria
Selama masa pemerintahan Kaisar Pyotr I dari Bulgaria, orang Magyar yang telah ditahan oleh Simeon I mulai menyerbu tanah Bulgaria dari tahun 934. Upaya Pyotr I untuk menahan serbuan Magyar tetap sia-sia. Pada beberapa kasus serbuan, orang-orang suku Magyar mencapai Thrakia Byzantium dan menjarahnya, hal ini membuat Kekaisaran Byzantium merasa diserang tanpa provokasi oleh Bulgaria, hal ini diikuti oleh tuduhan Byzantium yang menyatakan Bulgaria sengaja melakukan serbuan-serbuan ini dan akibatnya hubungan antara kedua negara dengan cepat memburuk.
Tanpa sarana maupun dukungan untuk melawan ancaman Magyar, Kaisar Pyotr I terpaksa membuat perjanjian dengan kaum Magyar yang diratifikasi pada tahun 965, yang menyatakan bahwa Bulgaria harus memberikan kebebasan kepada Magyar mengakses teritori mereka menuju Kekaisaran Byzantium dan menolak bantuan apapun yang ditawarkan Kaisar Byzantium. Bizantium menanggapi ultimatum ini dengan menolak untuk membayar upeti tahunan ke Bulgaria. Segera setelah itu demonstrasi militer, Kaisar Nikephoros II mencoba memulihkan perdamaian dengan syarat bahwa Bulgaria membatalkan perjanjian mereka dengan Magyar, namun persyaratan ini ditolak oleh Peter I yang mengingatkan kaisar Byzantium ketika Bulgaria membutuhkan bantuan melawan Magyar, Byzantium tidak mengirim bantuan dan terpaksa untuk berdamai dengan Magyar. Dalam situasi itu Nikephoros II Phokas beralih ke diplomasi dan memutuskan untuk membayar pangeran Kievan Rus, Sviatoslav untuk menginvasi Bulgaria. Pada musim semi tahun 968 pasukan Kievan Rus menyerbu Dobruja dan Sviatoslav mengalahkan tentara Bulgaria serta merebut lebih dari 80 benteng Bulgaria. Hal ini menyebabkan kekhawatiran di antara birokrat Bizantium yang sekali lagi menawarkan perdamaian ke Pyotr I.
Pecahnya Konflik Bulgaria-Byzantine
Sebagai bentuk kemarahan rakyat Byzantium, Nikephoros II Phokas beralih ke diplomasi dan memutuskan untuk membayar pangeran Kievan Rus, Sviatoslav untuk menginvasi Bulgaria. Pada musim semi tahun 968 pasukan Kievan Rus menyerbu Dobruja dan Sviatoslav mengalahkan tentara Bulgaria serta merebut lebih dari 80 benteng Bulgaria. Hal ini menyebabkan kekhawatiran hebat di antara birokrat Bizantium yang sekali lagi menawarkan perdamaian ke Pyotr I.
Terlepas dari semua upaya perdamaian, Pyotr I digantikan oleh putranya Boris II. Tsar Bulgaria yang baru diangkat tidak punya pilihan selain bekerja sama dengan Sviatoslav yang berambisi menaklukkan Konstantinopel. Kaisar Byzantium baru John Tzimiskes memenangkan perang melawan Kekaisaran Bulgaria pada Pertempuran Arcadiopolis. Pada 5 April 971 merebut ibu kota Bulgaria Preslav di mana Boris II ditangkap bersama seluruh keluarganya, dan Aneksasi Bulgaria secara resmi diproklamasikan. Sementara bagian timur kekaisaran berhasil ditaklukkan dan diubah menjadi provinsi Bizantium, teritori di sebelah barat sungai Iskar tetap berada di bawah kendali Bulgaria yang mencakup sebagian besar Makedonia, Albania dan tanah di selatan Sungai Danube antara sungai Kolubara di barat dan pegunungan di sekitar Etropole dan Ihtiman di sebelah timur.
Konflik Byzantine-Bulgaria dan Konflik Internal masa Kaisar Basileus II
Konflik Byzantine-Bulgaria harus tertahan sementara setelah naiknya Basileus II naik tahta sebagai Kaisar pada 985. Terdapat beberapa perang sipil yang terjadi di Anatolia yang tidak setuju dengan posisi baru Basileus yang menjatuhkan Bardas Skleros dan Bardas Phokas. Setelah berhasil mengkonsolidasikan kekuatan untuk naik tahta sebagai Kaisar utama pada 986, Basileus II berusaha mengirimkan pesan supremasi militer dan politik yang dimiliki Byzantium terhadap para pemberontak Bulgar dibawah 4 Saudara, yakni Daud, Musa, Harun dan Samuel dari Bulgaria, anak dari Gubernur Sofia, Nikola (Dinasti Komitopuli). Kaisar Basileus II mengumpulkan sekitar 30 ribu tentara untuk mengepung Sofia, namun pengepungan ini terbukti gagal akibat posisi Basileus yang masih rentan diantara para birokrat dan bangsawan Byzantium, hal ini diperparah dengan kekalahan telak yang dialami Basileus terhadap Samuel di Pertempuran Gerbang Trajan.
Kekalahan Byzantium dalam Pertempuran Gerbang Trajan mengakibatkan Skleros dan Phokas kembali melanjutkan pemberontakan untuk tahta Kaisar Byzantine. Dalam situasi yang terpojok ini, Basileus II menikahkan adik perempuannya, Anna Porphyrogenita dengan Pangeran Pemangku Tahta Kievan Rus, Vladimir I, menjalin hubungan diplomatis dan sebagai gantinya, Kievan Rus memberikan pasukan Varangian yang hanya bias menyatakan loyalitas kepada Kaisar Byzantine sendiri. Setelah menjalin hubungan baik dengan Kievan Rus dan mendapatkan Pasukan Varangian sebagai Penjaga Kaisar, Basil dalam kurun waktu 2 tahun, berhasil memberantas pemberontakan Skleros-Phokas secara keseluruhan dari tanah Roma.
Setelah memberantas pemberontakan Skleros-Phokas dan berhasil menjalin perjanjian damai selama 10 tahun dengan Khilafah Fatimid dan belajar dari konflik-konflik sebelumnya, konflik dengan Bulgaria dilanjutkan pada tahun 991 M. Berdasarkan hipotesis yang ada, Basileus setidaknya membawa 20.000 hingga 25.000 tentara yang disebar sepanjang perbatasan Thrakia-Bulgaria, tidak hanya itu Basileus II turut membawa pasukan Varangian dengan tujuan untuk menghabisi Bulgaria secara keseluruhan. Rencana Basil II untuk menghabisi Bulgaria dari perbatasan dengan Thrakia didukung oleh perang diplomasi politik Byzantine yang dilakukan pada Kerajaan Kroasia dan Duklja Serbia. Serbuan perlahan terhadap pasukan Bulgaria dibawah pimpinan Samuel akhirnya membuahkan hasil dengan Pertempuran Sredets (998) yang memisahkan teritori Bulgaria menjadi dua, Makedonia dan Preslav. Reorganisasi dengan cepat dilakukan sepanjang perbatasan Yunani dan Makedonia sekarang untuk memulai invasi terhadap teritori Bulgaria dekat kota Thesalonika. Pada 1001 M, kampanye militer Basileus dilaksanakan dan memulai invasi terhadap wilayah Makedonia. Dalam kampanye militer ini, dalam kurun waktu setidaknya 6 bulan, pasukan Byzantium berhasil mengambil alih 4 kota (Beroia, Kolydros, Servia, dan Thesali) dari tangan Bulgaria. Dinasti Komitopuli mengalami disorganisasi akibat invasi yang semakin dekat dengan wilayah inti mereka dan tidak dapat menahan invasi berkala yang dilakukan oleh Byzantine terhadap Sredets dan akhirnya gagal menahan benteng Vidin pada 1002 M. Jatuhnya benteng Vidin disebabkan oleh gagalnya pengalihan perhatian yang dilakukan oleh Samuel dengan menyerbu dan membumihanguskan Adrianopolis di tahun yang sama.
Moral tentara Byzantine sangatlah tinggi karena kemenangan yang mereka dapatkan pasca Pengepungan Benteng Vidin dan melanjutkan kampanye militer mereka ke selatan untuk menghabisi wilayah inti yang dimiliki Bulgaria yang berada di Makedonia dan Kosovo. Dalam proses kampanye militer ke selatan, pasukan Basileus II berhasil mengambil alih kota Naissus dari pasukan Bulgaria dan menyerbu kota Skopje yang menjadi salah satu sumber kekuatan politik Bulgaria di Makedonia. Melihat ancaman yang dimiliki Basileus II dengan serbuannya terhadap Skopje, Samuel berusaha menarik pasukannya dari Thrakia menuju Sungai Vardar dengan tujuan untuk memukul mundur ancaman pasukan Basileus II dan memperpanjang konflik dengan Basileus II.
Meskipun dipisahkan oleh Sungai Vardar, pasukan Byzantium menyebrangi sungai secara diam-diam pada malam hari melalui akses jalur dangkal di Sungai Vardar. Serbuan malam Basileus memaksa Samuel untuk mereorganisasi pasukan dan mundur dari pertempuran untuk menghindari banyaknya korban jiwa. Serbuan malam menjadi pukulan keras bagi Samuel dan pasukan Bulgaria secara keseluruhan yang menyebabkan demoralisasi pasukan yang diperparah dengan terpotongnya jalur suplai akibat jatuhnya Sredets dan Vidin kepada Byzantium. Melihat kondisi yang dihadapi pasukannya, terdapat beberapa hipotesis yang menyatakan bahwa Samuel melakukan perang gerilya terhadap dominasi Byzantium setidaknya hingga 1013 M, tidak dapat ditemukan bukti konkrit yang menyatakan secara langsung bahwa Samuel melakukan perang gerilya, namun kita dapat membuat teori berdasarkan pernyataan langsung bahwa Byzantium terus menerus melakukan penaklukan di teritori Bulgaria tanpa adanya perlawanan yang berarti dari loyalis Bulgaria.
Konflik kembali berlanjut pada 1014, berdasarkan hipotesis dari sejarawan Dennis Hupchik menyatakan bahwa alasan mengapa Samuel melanjutkan perang dengan Byzantium ialah karena perjanjian damai yang sudah kadarluasa, dapat diasumsikan bahwa untuk menjaga kestabilan wilayah Bulgaria, Samuel mau bernegosiasi dengan Basileus II ke meja hijau untuk perjanjian damai 10 tahun sesuai dengan standar Byzantine, perjanjian ini setidaknya terjadi pada 1003 M atau 1004 M berdasarkan tahun kembalinya eskalasi konflik antara Bulgaria-Byzantine yakni 1014 M. Namun Paul Stephenson menyatakan teori yang lain. Atensi pasukan Byzantine lebih diutamakan pada wilayah Samuel yang berada di Makedonia dan Serbia, hal ini dilakukan berdasarkan perintah langsung Basileus II yang tidak memiliki keinginan untuk melakukan aneksasi terhadap Bulgaria dan bersedia untuk menerima kedaulatan Kekaisaran Bulgaria yang berada di kota Prespa dan Ohrid. Terlebih lagi, Stephenson menyatakan bahwa Byzantium menahan penyerbuan besar-besaran terhadap Bulgaria dan memilih untuk menyerang dalam skala yang kecil terhadap wilayah Samuel secara berkala tiap musim.
Dalam penyerbuan garis depan Bulgaria di Lembah Struma, diperkirakan bahwa setidaknya Byzantine membawa tentara sebanyak 23.000 hingga 25.000 orang, Pasukan Penjaga Varangian termasuk didalam komposisi pasukan Byzantium. Akhirnya setelah 10 tahun lamanya, Pasukan Bulgaria bertemu langsung dengan Pasukan utama Byzantine di Sungai Struma (Lembah Struma), pertempuran ini akan diingat sebagai Pertempuran Kleidion (29 Juli 1014) antara dua Kaisar, Kaisar Samuel (Czar Samuel) dan Kaisar Basileus II. Sebelum Pertempuran Kleidion dimulai, situasi “gencatan senjata” menguntungkan moral pasukan Bulgaria dan berhasil mereorganisasi diri. Hal ini disebabkan oleh posisi Bulgaria yang tidak menghadapi kampanye militer besar-besaran Byzantine layaknya kampanye militer yang dilancarkan oleh Basileus II pada 996 M hingga 1003 M, pasca revitalisasi pemerintahan dari masalah politik internal, pemberontakan dan menahan agresi Fatimid terhadap Aleppo. Berdasarkan bukti geografis, pasukan Byzantine tidak diuntungkan sama sekali dengan posisi mereka yang sedang menyerbu pertahanan Bulgaria. Melihat situasi yang menyulitkan bagi pasukannya, Kaisar Basileus II mengirim beberapa serbuan sebagai sebuah demonstrasi pertahanan dan merencanakan strategi yang tepat berdasarkan observasi. Pasukan Byzantine terlihat memaksa untuk menembus pertahanan yang kuat dengan harapan untuk merusak moral pasukan dan membuyarkan fokus pertahanan Pasukan Bulgaria, namun hal ini terlihat bahwa Byzantine menyia-nyiakan waktu dengan hanya mengandalkan kualitas tentara dan moral yang tinggi dibanding Pasukan Bulgaria (Skylitzes, 2003). Dalam jalannya pertempuran, diasumsikan bahwa penyerbuan langsung yang dilakukan Kaisar Basil II hanya mengulur waktu dengan membuyarkan fokus pertahanan yang direncanakan oleh Kaisar Samuel dan mengirim Strategos Nikephoros Xiphias untuk mencari jalan pintas dalam usaha Byzantine dalam mengepung pasukan Kaisar Samuel yang mulai kelelahan dalam mempertahankan garis pertahanan dari serbuan Pasukan Byzantine. Pengiriman Strategos Nikephoros Xiphias dilihat bagi beberapa sejarawan, terutamanya Ioannos Skylitzes, Paul Stephenson, Ivan Dobrev, Steven Runciman dan Vasiliev, merupakan pengulangan kembali sejarah populer yang dikemukakan oleh Herodotus, yakni Pertempuran Thermoplyae (Pertempuran Gerbang Api/Panas). Pengiriman Xiphias memberikan efek kejutan terhadap pasukan Kaisar Samuel yang tidak memiliki ekspektasi penyerangan terhadap garis pertahanan di belakang melalui jalur kecil melalui Bukit Belasitsa. Efek kejutan terhadap pasukan Bulgaria yang kelelahan menyebabkan garis-garis pertahanan Bulgaria secara cepat tercerai-berai oleh serbuan cepat dari Strategos Xiphias. Jatuhnya garis pertahanan Bulgaria memaksa Kaisar Samuel untuk melarikan diri dari pertempuran akibat serangan yang cepat dari Xiphias, namun dalam proses melarikan diri, ia nyaris terbunuh oleh pasukan Xiphias yang dengan cepat mencapai kamp markasnya di Mokrievo.
Setelah kekalahan telak di Kleidion atau Belasitsa, pasukan Bulgaria mundur ke garis pertahanan terakhir di Lembah Sungai Vardar yakni Benteng Strumitsa. Basil II, masih percaya diri atas kemenangannya di Pertempuran Kleidion, memutuskan untuk menyerbu Benteng dengan sisa-sisa pasukan yang ia miliki. Tidak hanya itu, untuk sepenuhnya memukul mundur sisa Pasukan Bulgaria yang bertahan di Strumitsa, Kaisar Basil II mengirim Doux Thessalonika, Theophylact Botaneiates dalam usaha mengepun Strumitsa dan semakin melemahkan pasukan Bulgaria dengan kekalahan telak. Dalam antisipasi serangan kejutan yang kemungkinan dapat terjadi, pasukan Byzantine mengambil alih Benteng Matsukion, hal ini dilakukan untuk menjaga jalur logistik dan sebagai garis pertahanan belakang Byzantine. Meskipun berhasil mengambil alih benteng, kota Matsukion sendiri masih dibawah kontrol Bulgaria. Kaisar Basileus II mengirim Botaneiates untuk menghancurkan segala macam pertahanan yang berada disekitar kota untuk mengamankan jalur menuju Kota Thessaloniki. Sukses yang dirasakan Botaneiates yang berhasil menghancurkan beberapa pertahanan strategis Bulgaria sangatlah singkat, ia diserbu oleh serangan kejutan Bulgaria disaat ia dan pasukannya sedang mengakses jalur kecil di Jurang Katsurino oleh Jenderal Gabriel Rodamir dan seluruh pasukan dibawah pimpinan Botaneiates dibantai oleh pasukan Bulgaria. Dalam serangan mendadak ini, Botaneiates dibunuh oleh Gabriel Rodamir sebagai pembalasan dendam di Kleidion.
Menerima informasi pembantaian Jurang Katsurino dan tewasnya Botaneiates beberapa hari kemudian, Kaisar Basil II memutuskan untuk mundur ke Timur, membatalkan niat untuk mengepung Strumitsa, serta memundurkan jadwal penyerbuan Thessaloniki dari tangan Bulgaria melalui jalan yang sudah ditentukan. Sebagai balas dendam terhadap kematian Botaneitae dan pembantaian pasukan Byzantine, Kaisar Basileus II mengirimkan pesan mengerikan kepada Kaisar Samuel. Pesan tersebut adalah pembutaan seluruh pasukan Bulgaria yang menjadi tawanan pasca Pertempuran Kleidion dan Pertempuran Benteng Matsukion. Kaisar Basil II memerintahkan tentara Byzantine untuk membagi pasukan Bulgaria menjadi 100 orang setiap kelompoknya dan membutakan 99 orang menyisakan hanya seorang dengan 1 bola mata yang utuh untuk memimpin 99 saudaranya kembali ke Kaisar Samuel. Pesan balas dendam ini sangatlah mengerikan, serta sesuai dengan karakter Kaisar Basileus II yang memiliki tendensi untuk menyebarkan ketakutan sebanyak mungkin kepada musuh-musuhnya dalam konsolidasi kekuatannya sebagai Kaisar yang memiliki kekuatan penuh atas seluruh subjek Kekaisaran. Pembutaan setidaknya 8.000 (Vasil Zlatarsky, 1983) hingga 14.000 tentara, menurut Kekaumenos (Stephenson, 2003), cukup untuk membuat negara-negara tetangga Byzantium seperti Fatimid, Kievan Rus, Kroasia dan Serbia mulai takut atas dominasi Kekaisaran Byzantium dan Kaisar Basileus II akan dijuluki sebagai Basil “The Bulgar Slayer” atau Basil Sang Pembunuh Bulgar (Boulgaroktonos).
8.000–14.000 Pasukan Bulgaria yang dibutakan dipulangkan kearah wilayah Kaisar Samuel di pusat politik Bulgaria yang berada di Macedonia, Prespa. Kembalinya sisa pasukan Bulgaria dengan kondisi yang sangat memprihatinkan, menghancurkan semangat juang atau moril pasukan Bulgaria secara keseluruhan. Melihat hal ini, Kaisar Samuel meninggal akibat serangan jantung melihat kondisi tentaranya yang dibutakan, hal ini menyebabkan Bulgaria tidak memiliki harapan lagi dalam melawan pasukan Byzantium akibat tidak bisa merevitalisasi pasukan seperti halnya pada 1005–1013.
Kesimpulan
Kita dapat menarik kesimpulan bahwa konflik Eropa Timur yang jarang sekali tersentuh ternyata memiliki kisah yang menarik. Anggapan bahwa Kaisar Basileus II sebagai Kaisar yang kejam, terutamanya terhadap kaum Bulgaria, ternyata tidak sepenuhnya dapat dibenarkan berdasarkan bukti yang sudah dipaparkan dalam pembahasan.
Basileus II lahir di masa dimana ia harus menghadapi konflik dan perang terus-menerus, bahkan perang sipil harus ia hadapi. Penaklukan Bulgaria merupakan pencapaian terbaik dari Byzantium sepanjang sejarahnya. Meskipun Kaisar Justinian memiliki pencapaian dimana ia berhasil menyatukan seluruh daerah Balkan, Basileus II dikenang sejarah sebagai pemimpin pasukan yang karismatik dan seorang taktisi ahli, seorang negarawan yang handal, serta seseorang yang kejam dalam memperlakukan musuh-musuhnya. Perlu diketahui bahwa Perang Bulgar-Byzantine merupakan salah satu konflik yang berlarut-larut tanpa adanya penyelesaian sama sekali. Pada tangan Kaisar Basil II, konflik antara Bulgar-Byzantine diselesaikan hanya dalam kurun waktu 24 tahun saja (995–1018 M), hal ini menjadi sesuatu yang harus disegani dari tokoh Kaisar Basil II.
The Bulgar Slayer mungkin merupakan istilah yang melebih-lebihkan, terutama jika melihat bukti-bukti sejarah yang ada. Kebanyakan dari para sejarawan akan mengatakan bahwa Kaisar Basileus justru menintegrasikan para kaum Bulgaria yang loyal terhadap Dinasti Komutopuli dan menjadikan mereka sebagai birokrat hingga pemilik tanah. Integrasi ini meleburkan budaya kaum Bulgaria dengan Roma dan Yunani serta berkat Kaisar Basil II, Bulgaria menjadi salah satu provinsi yang memiliki loyalitas tinggi terhadap Konstantinopel dan bahkan bertahan selama 200 tahun menjadi provinsi Byzantium, sebelum akhirnya muncul gerakan separatis yang didukung oleh penerus dinasti Komutopoli.
Hal ini perlu diperhatikan, bahwa Kaisar Basil II memiliki kegigihan dan ketahanan dalam berperang dengan Kaum Bulgaria, meskipun harus menunggu waktu dalam mengurus konflik. Sebagai negarawan dan pemimpin pasukan yang handal, Basil II layak disebut sebagai salah satu Kaisar terhebat dalam sejarah Roma dan seorang pejuang yang berani dan penuh perhitungan.
Daftar Referensi
- Stephenson, P.”The Legend of Basil the Bulgar-Slayer”. Cambridge University Press, 2003.
- Dobrev, Ivan. “The Newly Discovered Inscription of Tsar Samuel and the Events of the Year 1014”. 2004.
- Gyuzelev, Vasil. “Bulgaria From the Second Quarter of the Tenth Century to the Beginning of the 11th Century”. Science and Arts Publishers. Sofia, 1983.
- Zlatarski, Vasil.”History of Bulgaria in the Middle Ages”. Vol. 1, Part 2, Marin Drinov Academic Publishers, Sofia, 1994
- Areta, Lito, Matt Hollis and Officially Devin. “Basil II — Reformer, Restorer, Bulgarslayer”. Youtube.com, Kings and Generals, November 5, 2020
- https://www.youtube.com/watch?v=lIuNd9KulZM&t=1030s Accessed 26 March 2022
- Thersites. “Basil II the Bulgar-Slayer, Part III: Basil’s Bulgarian War, 991–1003 CE”. Youtube.com, Thersites the Historian, December 25 2020
- https://www.youtube.com/watch?v=2rmG32r6-Qw Accessed 28 March 2022
- Thersites. “Basil II the Bulgar-Slayer, Part IV: The Conquest of Bulgaria, 1003–1018 CE”. Youtube.com, Thersites the Historian, May 5 2021
- https://www.youtube.com/watch?v=jjPuKPo58mY&t=43s Accessed 28 March 2022
- Cartwright, Marl. “Basil II”. worldhistory.com, 2017.
- https://www.worldhistory.org/Basil_II/ Accessed 26 March 2022
- Antoniadis, Christos. “Basil II and His Legacy: A Study in the Reign of the Bulgar-Slayer Emperor”. medium.com, 2018
- https://medium.com/@christoss200/basil-ii-and-his-legacy-a-study-in-the-reign-of-the-bulgar-slayer-emperor-753b8c23c49d Accessed 28 March 2022
- Wild, Kendall. “Basil, The Bulgar-Slayer”. rutlandherald.com, 2018.
- https://www.rutlandherald.com/news/basil-the-bulgar-slayer/article_cdbd3926-4ee7-529f-8e67-a8a2c469c102.html Accessed 28 March 2022